Selasa, 28 Juni 2011

KEBANGKITAN PEMASYARAKATAN JILID 2


Pidato
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Pada Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-46
27 April 2010

”KEBANGKITAN PEMASYARAKATAN KEDUA”

Bismillahirohmanirrahim
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera

Hadirin yang saya hormati...
Pertama sekali, marilah kita panjatkan Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di tempat ini dalam rangka peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan yang ke-46. Semoga Allah SWT akan selalu memberikan kekuatan dan petunjuk bagi kita untuk melanjutkan kerja keras yang telah kita laksanakan. Peringatan hari bhakti Pemasyarakatan tahun ini mempunyai makna yang penting dan bersejarah karena merupakan momentum kebangkitan pemasyarakatan.
Inilah tema yang kita angkat dalam peringatan hari bhakti tahun ini yaitu: “Dengan Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-46 Kita Wujudkan Kebangkitan Pemasyarakatan Kedua tahun 2010 melalui Reformasi Birokrasi”.

Hadirin Yang Saya Hormati,
Jika kita merunut sejarah, gagasan Pemasyarakatan pertama kali digulirkan oleh Sahardjo pada tanggal 12 Januari 1962. Gagasan ini dikemukakan ketika beliau, selaku Menteri Kehakiman pada saat itu, meresmikan penggunaan gedung Rumah Pendidikan Negara. Sekitar satu tahun berselang, tepatnya tanggal 5 Juli 1963, gagasan Pemasyarakatan kembali dipertegas. Dalam pidato penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa yang dihadiri oleh Presiden Pertama RI, Soekarno, Sahardjo mengungkapkan bahwa Pemasyarakatan merupakan tujuan dari pidana penjara. Dalam pandangan Sahardjo, Pelaksanaan pidana penjara harus mengedepankan upaya-upaya untuk memperkenalkan narapidana dengan masyarakat. Selama menjalani pidana hilang kemerdekaan, narapidana harus mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang dapat memberikan manfaat ketika mereka kembali ke masyarakat. Dan sejak 27 April 1964, melalui Amanat Presiden Republik Indonesia, istilah Pemasyarakatan secara resmi dipergunakan. Inilah momentum penting dalam sejarah perkembangan pemasyarakatan; momentum yang menandai kebangkitan Pemasyarakatan.
Kebangkitan Pemasyarakatan ini dimaknai sebagai sebuah fase transformasi paradigma perlakuan terhadap pelanggar hukum, yaitu dari paradigma penjara menjadi paradigma Pemasyarakatan.  Dalam paradigma Pemasyarakatan, fokus perlakuan terhadap narapidana tidak lagi didasarkan pada aspek penjeraan atau pembalasan; perlakuan terhadap narapidana tidak pula bertujuan untuk balas dendam. Tetapi, perlakuan terhadap narapidana didasarkan pada upaya-upaya yang lebih manusiawi; perlakuan yang mengedepankan upaya untuk mengintegrasikan kembali narapidana dalam kehidupan masyarakat.
Reintegrasi sosial merupakan model pembinaan yang dianut dalam pelaksanaan Pemasyarakatan. Reintegrasi sosial didasarkan pada pandangan bahwa pelanggaran hukum terjadi karena adanya disharmoni kehidupan dalam masyarakat; pelanggaran hukum terjadi karena adanya keretakan hubungan antara pelanggar hukum dengan masyarakat. Oleh karena itu, Pemasyarakatan merupakan sebuah proses untuk memulihkan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan pelanggar hukum.

Hadirin yang berbahagia,
Kini, 46 tahun sudah gagasan Pemasyarakatan diimplementasikan. Pembaharuan dalam pelaksanaan pembinaan narapidana sesuai dengan gagasan Pemasyarakatan telah dilakukan. Metode pembinaan narapidana terus dikembangkan untuk menemukan format yang tepat dalam mendorong tercapainya reintegrasi sosial; metode pembinaan dibangun untuk membuka ruang yang luas bagi seluruh komponen bangsa untuk terlibat secara aktif dalam proses dan program pembinaan. Bahkan, metode pembinaan pun diciptakan untuk memberikan akses yang besar bagi narapidana untuk berintegrasi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sebagai realisasi pembaharuan konsep pemidanaan yang mengandung upaya baru pelaksanaan perlakuan narapidana yang mengedepankan semangat deinstitusionalisasi atas dasar kemanusiaan.
Dalam paruh perjalanan, gagasan Pemasyarakatan, beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kemudian dilembagakan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Secara tegas dijabarkan dalam undang-undang ini bahwa Pemasyarakatan merupakan sebuah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan. Undang-undang ini pun secara tegas melembagakan hak-hak warga binaan pemasyarakatan yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Pelembagaan gagasan Pemasyarakatan dalam sebuah undang-undang merupakan satu wujud nyata bahwa negara ingin memberikan perlakuan yang terbaik bagi seluruh warga negara. Karena pada dasarnya, Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia dipenjarakan.
Namun disadari bahwa implementasi gagasan Pemasyarakatan bukanlah hal yang mudah. Banyak aral yang harus dilewati; tidak sedikit beban yang harus ditanggung. Implementasi Pemasyarakatan menghadapi banyak hambatan dan permasalahan. Fakta menunjukkan bahwa ribuan narapidana terpaksa harus tidur berdesak-desakkan dalam sel yang pengap; tidak sedikit yang harus tidur bergelantungan pada kain yang diikatkan pada jeruji besi atau bahkan tidur di atas dinding penyekat kamar mandi. Inilah kondisi Lapas/Rutan kita yang over kapasitas. Sungguh memprihatinkan...
Dan tentu saja, kondisi Lapas/Rutan yang over kapasitas mempunyai dampak lanjutan yang serius. Tingkat kesehatan narapidana yang buruk merupakan satu konsekuensi logis yang pasti dialami oleh narapidana. Sanitasi yang buruk dan pola hidup yang jauh dari sehat menjadikan narapidana menjadi individu yang rentan tertular berbagai penyakit, seperti penyakit TB, penyakit kulit, bahkan penyakit HIV/AIDS.
Fakta lain adalah rendahnya kualitas pelayanan Lapas/Rutan. Survey integritas pelayanan publik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa tingkat pelayanan publik Pemasyarakatan masih rendah. Pungutan liar dan kurang optimalnya pelayanan hak-hak narapidana masih terjadi. Hal ini tidak terlepas karena belum adanya kode etik petugas Pemasyarakatan, lemahnya sistem pengawasan, tidak adanya keterbukaan informasi, lemahnya penggunaan sarana yang berbasis teknologi, manajemen SDM yang lemah, dan terjadinya over kapasitas.

Hadirin yang berbahagia,
Kementerian Hukum dan HAM RI dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tiada hentinya melakukan langkah-langkah strategis guna memperbaiki pelaksanaan tugas Pemasyarakatan. Kerja sama untuk menggalang partisipasi dari segenap komponen bangsa telah dilakukan, baik dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, maupun pihak swasta. Kerjasama dengan Kementerian/Lembaga diantaranya dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kementerian Pendidikan Nasional, Komisi Ombudsman Nasional, Badan Narkotika Nasional, The Asia Foundation, dan Persatuan Wartawan Indonesia. Kerjasama ini merupakan sebuah langkah nyata Kementerian Hukum dan HAM RI beserta jajaran Pemasyarakatan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas Pemasyarakatan.
Perlu saya sampaikan bahwa Kesepakatan Bersama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan warga binaan Pemasyarakatan. Dengan adanya kerjasama ini diharapakan narapidana dan tahanan (termasuk kelompok tidak mampu) akan mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis melalui Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan.
Kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada wargabinaan Pemasyarakatan agar tetap dapat melanjutkan pendidikannya. Penandatanganan kerjasama dengan Komisi Ombudsman Nasional merupakan upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada warga binaan maupun masyarakat yang menyangkut masalah manajemen pada pelaksanaan pemidanaan. Sedangkan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional dilakukan sebagai upaya untuk menanggulangi penyalahgunaan narkoba di dalam Lapas dan Rutan. Kerjasama dengan The Asia Foundation dilakukan sebagai tindak lanjut implementasi Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan. Dan kerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan pemahaman mengenai kelembagaan dan kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Untuk meningkatkan kualitas beras bagi warga binaan pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM - pun telah melakukan pembicaraan dengan Badan Urusan Logistik (Bulog). Bahwa Kementerian Hukum dan HAM  mempunyai harapan agar setiap warga binaan pemasyarakatan mendapatkan pelayanan makanan yang berkualitas sesuai dengan standar kesehatan yang telah ditentukan.
Selain kerjasama tersebut, Kementerian Hukum dan HAM pun sedang menjajaki kerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan produksi di Lapas. Bahwa Lapas harus dapat menjadi sebuah wahana yang dapat memberikan kontribusi positif bagi narapidana, baik kontribusi yang bersifat ketrampilan/skill maupun secara finansial (upah). Dan untuk mencapai hal ini, Kementerian Hukum dan HAM membukan akses yang seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk mengembangkan kegiatan produksi dalam Lapas.
Selain kerjasama tersebut, Kementerian Hukum dan HAM pun melakukan berbagai langkah progresif, seperti pengajuan grasi bagi anak-anak, narapidana usia lanjut (manula), dan narapidana yang sakit permanen. Pengajuan grasi ini merupakan wujud kepedulian Kementerian Hukum dan HAM terhadap warga negara yang karena kondisi psikologis maupun kondisi sosialnya tidak seharusnya berada di dalam Lapas/Rutan. Dan khusus bagi anak, Lapas/Rutan bukanlah tempat terbaik bagi mereka. Lingkungan masyarakat dan keluarga merupakan wadah yang tepat guna mendukung proses tumbuh kembang mereka. Oleh karena itu, ke depan, mekanisme restorative justice merupakan langkah yang harus dikedepankan dalam menangani perkara anak yang bermasalah dengan hukum (ABH).
Pemberian grasi bagi narapidana terntentu (dan optimalisasi pemberian pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, atau cuti bersyarat) juga sebagai upaya untuk mengurangi isi hunian Lapas/Rutan yang sangat padat. Karena kita sadari bahwa untuk mengatasi over kapasitas tidak dapat dilakukan hanya dengan penambahan kapasitas hunian Lapas/Rutan.
Namun demikian, upaya untuk melakukan penambahan kapasitas hunian Lapas/Rutan dan menambah jumlah Bapas dan Rupbasan pun tetap dilakukan. Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dalam rangka penyediaan lahan untuk pembangunan UPT Pemasyarakatan.
Berkaitan dengan kedudukan Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana, Kementerian Hukum dan HAM pun telah melakukan langkah-langkah koordinasi dengan instansi penegak hukum dalam rangka menciptakan penegakah hukum yang berkeadilan. Upaya mendudukkan seluruh institusi penegak hukum dalam sebuah forum yang akan disebut sebagai forum Mahkumjakpol (Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Negara RI) sudah dalam proses finalisasi. Dan mudah-mudahan akan segera terlaksana dalam waktu dekat ini.
Forum Mahkumjakpol ini penting sebagai upaya untuk melakukan sinkronisasi pelaksanaan sistem peradilan pidana. Dengan demikian diharapkan permasalahan-permasalahan yang masih sering terjadi dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana dapat segera dapat diselesaikan. Di samping itu, forum ini juga merupakan wahanan untuk mencapai sebuah penegakan hukum yang mampu memberikan keadilan bagi semua pihak (Justice for All).

Hadirin yang berbahagia,
Hari ini, tanggal 27 April 2010, marilah kita jadikan sebagai momentum untuk menggali dan memahami kembali nilai-nilai Pemasyarakatan yang telah dicetuskan oleh tokoh-tokoh Pemasyarakatan; marilah kita jadikan sebagai momentum untuk memperbaharui pelaksanaan Pemasyarakatan. Kita kobarkan semangat untuk melakukan reformasi birokrasi Pemasyarakatan secara menyeluruh dan berkesinambungan.
Reformasi birokrasi Pemasyarakatan yang telah digulirkan harus terus dilaksanakan. Penyusunan tata laksana, penataan sistem, dan penataan organisasi harus diselenggarakan dengan penuh dedikasi dan berpijak pada nurani serta dengan berdasar pada strategi organisasi yang telah disepakati. Begitu pun halnya dalam melakukan pembenahan sistem manajemen sumber daya manusia, penataan unit organisasi, dan pembenahan peraturan perundang-undangan harus dilakukan dengan mengedepankan asas keterbukaan dan kerjasama dalam kerangka memperkuat unit organisasi.
Reformasi birokrasi Pemasyarakatan harus dapat diwujudkan secara nyata; harus dapat memberikan sebuah perubahan besar tanpa banyak kata. Reformasi adalah sebuah perjuangan penuh makna yang akan menghantarkan kita pada puncak kejayaan.
Hembuskanlah nafas pembaharuan ke sudut-sudut tembok yang senyap. Tularkanlah kesegaran ke penjuru sel yang memang masih pengap. Pantulkanlah semangat perubahan kepada setiap insan Pemasyarakatan yang memang telah menunggu dengan penuh harap. Dan yakinkanlah kepada mereka bahwa pembaharuan adalah keniscayaan; pembaharuan adalah sebuah keharusan untuk menggapai kemandirian. Tidak ada yang tidak mungkin; It always possible to reform.
Selamat hari bhakti Pemasyarakatan yang ke-46. Tetaplah perjuangkan nilai-nilai idealis Pemasyarakatan. Mari kita nyanyikan dengan lantang lagu pembaharuan. Mari kita gaungkan nada-nada reformasi tiada henti. Mari kita ukir sejarah Pemasyarakatan dengan tinta emas yang takkan lekang oleh waktu. Berdirilah dengan tegap dan bukalah hati dan pikiran kita untuk melakukan perubahan. Dan sambutlah KEBANGKITAN PEMASYARAKATAN KEDUA dengan penuh suka cita untuk membangun PEMASYARAKATAN GEMILANG.

Wabillahitaufik wal hidayah
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



Menteri Hukum dan HAM RI



PATRIALIS AKBAR


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar